Wednesday, October 29, 2014

A Reminder (Ust. Nouman Ali Khan)

Depressed people, scared people, nervous people, and angry 

people can't carry Allah's message. It's a big job. You have to 

be happy, you have to be people who are calm, and who 

exude positivity so that when people are around you, they 

also become positive. That's how duaat have to be.

Friday, July 4, 2014

Presidential Election 2014: Feel the differences

Pilpres 2014 ini terasa sangat berbeda jika dibandingkan pilpres-pilpres sebelumnya, setidaknya sejak tahun 1999 (yang kuingat). Perbedaan ini saat terasa dari respon masyarakat Indonesia yang begitu bersemangat terlibat baik aktif maupun pasif, baik hanya sekedar mengikuti perkembangan pilpres lewat media massa ataupun  bersemangat berdiskusi seputar pilpres/sosok capres pilihannya sampai pada membela mati-matian capres pilihannya. Menurutku, perbedaan semangat politik saat pilpres ini disebabkan oleh beberapa hal sbb:

1. Pasangan capres-cawapres yg terlibat hanya dua. Berbeda dengan pilpres 2004 dengan 5 pasangan capres-cawapres dan pilpres 2009 dengan 3 pasangan capres-cawapres. Jadi pilpres kali ini bakal dipastikan 1 putaran, karena itu masing-masing kubu all out untuk memenangkan jagoannya.

2. Masyarakat (mungkin) penasaran terhadap kondisi bangsa ini (5 tahun mendatang) yang akan di pimpin oleh capres baru dan berharap lebih bahwa presiden baru ini bisa memberikan banyak perubahan ke arah Indonesia yg lebih baik, setelah selama 10 tahun di pimpin oleh orang yg sama. 

3. Dengan adanya media massa baik cetak maupun elektronik (terutama TV) serta media sosial yg juga marak, isu pilpres ini dapat dinikmati dengan mudah oleh seluruh masyarakat Indonesia. 

4. Masyarakat Indonesia yang (mungkin) lebih cerdas saat ini, yang didukung oleh tingkat pendidikan yg lebih baik ataupun karena "sentuhan" media massa seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Apapun penyebabnya, semangat ini kunilai positif dan harus terus dipertahankan. Setidaknya ini adalah suatu tanda bahwa masyarakat Indonesia saat ini sudah lebih menyadari bahwa ia memiliki peran untuk memperbaiki nasib bangsa ke arah yang lebih baik (mari kita lihat apakah golput menurun pada pilpres kali ini). Tetapi tetap harus diingat bahwa semangat tersebut harus berbuah hal-hal positif bukan menjadi jalan bagi perbuatan-perbuatan anarki.

Teriring doa semoga Pilpres tgl 9 Juli ini berjalan lancar, aman dan damai dan terpilih sosok Capres Cawapres yang diridhai ALLAH yang bisa membawa perbaikan positif yang nyata bagi bangsa Indonesia tercinta ini. Aamiin Ya Rabb...

Wednesday, May 7, 2014

7 Golongan Manusia

Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
(1)Pemimpin yang adil, 
(2) Seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabbnya, 
(3) Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid, 
(4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berkumpul dan berpisah karena Allah pula, 
(5) Seorang lelaki yang di ajak zina oleh wanita yang kaya dan cantik tapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’, 
(6) Seseorang yang bersedekah dengan menyembuyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinfaqkan oleh tangan kanannya, serta 
(7) Seorang yang berzikir kepada Allah di kala sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (Shohih Bukhari, Hadits no 620)

Semoga kita bisa masuk ke dalam salah satunya....Aamiin Ya Allah

Monday, April 7, 2014

[Resep] Cumi Goreng Tepung

Alhamdulillah, akhirnya sukses juga bikin Cumi Goreng Tepung yang enak, walaupun tampilannya mungkin tidak se-perfect yang di restoran tp tetap TOP (bagiku :p)

Resepnya adalah modifikasi dari resep yang di sini.



Bahan:
Cumi ukuran sedang, dipotong-potong berbentuk cincin
Air perasan jeruk nipis
Garam secukupnya
Bawang putih yang sudah dicincang
Minyak goreng

Tepung bumbu:
Tepung terigu secukupnya
Tepung roti secukupnya (1/4 dari tepung terigu yang digunakan)
Bawang putih yang sudah dihaluskan
Garam secukupnya
Gula secukupnya 
1 butir telur ayam, kocok lepas

Cara Pengolahan:
1. Cumi yang sudah dibersihkan dan dipotong-potong dilumuri dengan air jerus nipis, garam, dan bawang putih yg sudah dicincang. Diamkan sekitar 30 menit biar bau amis hilang dan bumbu terserap.
2. Campur semua bahan tepung bumbu, kecuali telur.
3. Celupkan potongan cumi ke dalam telur, lalu gulingkan ke tepung bumbu. 
4. Goreng dengan minyak panas hingga terendam. Tunggu hinga berwarna kuning keemasan, angkat, tiriskan.
5. Sajikan selagi hangat dengan saos sambal.

Slruuuup....Selamat menikmati^^

Note: Takaran bahan-bahan yg digunakan pakai rumus kirologi alias dikira-kira aja  :D


Friday, April 4, 2014

Tulisan Pak Rhenald Kasali_042014

Tulisan yg luar biasa bagiku, inspiring dan evaluatif. Jd merenungi diri sendiri di kondisi terkini dan jadi bahan masukan untuk mendidik anak-anak kelak...
Bener banget apa katanya...Thanks Pak Rhenald Kasali....
                    
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rhenald Kasali (@Rhenald Kasali)

Seorang mahasiswi mengeluh. Dari SD hingga lulus S-1, ia selalu juara. Namun kini, di program S-2, ia begitu kesulitan menghadapi dosennya yang menyepelekannya. Judul tesisnya selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Kalau jadwal bertemu dibatalkan sepihak oleh dosen, ia sulit menerimanya.

Sementara itu, teman-temannya, yang cepat selesai, jago mencari celah. Ia menduga, teman-temannya yang tak sepintar dirinya itu "ada main" dengan dosen-dosennya. "Karena mereka tak sepintar aku," ujarnya.

Banyak orangtua yang belum menyadari, di balik nilai-nilai tinggi yang dicapai anak-anaknya semasa sekolah, mereka menyandang persoalan besar: kesombongan dan ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Bila hal ini saja tak bisa diatasi, maka masa depan ekonominya pun akan sulit.  

Mungkin inilah yang perlu dilakukan orangtua dan kaum muda: belajar menghadapi realitas dunia orang dewasa, yaitu kesulitan dan rintangan. 

Hadiah orangtua

Psikolog Stanford University, Carol Dweck, yang menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, menulis, "Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan".

Ya, tantangan. Apakah itu kesulitan-kesulitan hidup, rasa frustrasi dalam memecahkan masalah, sampai kegagalan "membuka pintu", jatuh bangun di usia muda. Ini berbeda dengan pandangan banyak orangtua yang cepat-cepat ingin mengambil masalah yang dihadapi anak-anaknya.

Kesulitan belajar mereka biasanya kita atasi dengan mendatangkan guru-guru les, atau bahkan menyuap sekolah dan guru-gurunya. Bahkan, tak sedikit pejabat mengambil alih tanggung jawab anak-anaknya ketika menghadapi proses hukum karena kelalaian mereka di jalan raya. 

Kesalahan mereka membuat kita resah. Masalah mereka adalah masalah kita, bukan milik mereka. 

Termasuk di dalamnya adalah rasa bangga orangtua yang berlebihan ketika anak-anaknya mengalami kemudahan dalam belajar dibandingkan rekan-rekannya di sekolah.

Berkebalikan dengan pujian yang dibangga-banggakan, Dweck malah menganjurkan orangtua untuk mengucapkan kalimat seperti ini: "Maafkan Ibu telah membuat segala sesuatu terlalu gampang untukmu, Nak. Soal ini kurang menarik. Bagaimana kalau kita coba yang lebih menantang?"

Jadi, dari kecil, saran Dweck, anak-anak harus dibiasakan dibesarkan dalam alam yang menantang, bukan asal gampang atau digampangkan. Pujian boleh untuk menyemangati, bukan membuatnya selalu mudah.

Saya teringat masa-masa muda dan kanak-kanak saya yang hampir setiap saat menghadapi kesulitan dan tantangan. Kata reporter sebuah majalah, saya ini termasuk "bengal". Namun ibu saya bilang, saya kreatif. Kakak-kakak saya bilang saya bandel. Namun, otak saya bilang "selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan".

Begitu memasuki dunia dewasa, seorang anak akan melihat dunia yang jauh berbeda dengan masa kanak-kanak. Dunia orang dewasa, sejatinya, banyak keanehannya, tipu-tipunya. Hal gampang bisa dibuat menjadi sulit. Namun, otak saya selalu ingin membalikkannya. Demikianlah, hal-hal sepele sering dibuat orang menjadi masalah besar.

Banyak ilmuwan pintar, tetapi reaktif dan cepat tersinggung. Demikian pula kalau orang sudah senang, apa pun yang kita inginkan selalu bisa diberikan.

Panggung orang dewasa

Dunia orang dewasa itu adalah sebuah panggung besar denganunfair treatment yang menyakitkan bagi mereka yang dibesarkan dalam kemudahan dan alam yang protektif. Kemudahan-kemudahan yang didapat pada usia muda akan hilang begitu seseorang tamat SMU.

Di dunia kerja, keadaan yang lebih menyakitkan akan mungkin lebih banyak lagi ditemui. Fakta-fakta akan sangat mudah Anda temui bahwa tak semua orang, yang secara akademis hebat, mampu menjadi pejabat atau CEO. Jawabannya hanya satu: hidup seperti ini sungguh menantang.

Tantangan-tantangan itu tak boleh membuat seseorang cepat menyerah atau secara defensif menyatakan para pemenang itu "bodoh", tidak logis, tidak mengerti, dan lain sebagainya. Berkata bahwa hanya kitalah orang yang pintar, yang paling mengerti, hanya akan menunjukkan ketidakberdayaan belaka.  Dan pernyataan ini hanya keluar dari orang pintar yang miskin perspektif, dan kurang menghadapi ujian yang sesungguhnya.

Dalam banyak kesempatan, kita menyaksikan banyak orang-orang pintar menjadi tampak bodoh karena ia memang bodoh mengelola kesulitan. Ia hanya pandai berkelit atau ngoceh-ngoceh di belakang panggung, bersungut-sungut karena kini tak ada lagi orang dewasa yang mengambil alih kesulitan yang ia hadapi. 

Di Universitas Indonesia, saya membentuk mahasiswa-mahasiswa saya agar berani menghadapi tantangan dengan cara satu orang pergi ke satu negara tanpa ditemani satu orang pun agar berani menghadapi kesulitan, kesasar, ketinggalan pesawat, atau kehabisan uang.

Namun lagi-lagi orangtua sering mengintervensi mereka dengan mencarikan travel agent, memberikan paket tur, uang jajan dalam jumlah besar, menitipkan perjalanan pada teman di luar negeri, menyediakan penginapan yang aman, dan lain sebagainya. Padahal, anak-anak itu hanya butuh satu kesempatan: bagaimana menghadapi kesulitan dengan caranya sendiri.

Hidup yang indah adalah hidup dalam alam sebenarnya, yaitu alam yang penuh tantangan. Dan inilah esensi perekonomian abad ke-21: bergejolak, ketidakpastian, dan membuat manusia menghadapi ambiguitas. Namun dalam kondisi seperti itulah sesungguhnya manusia berpikir. Dan ketika kita berpikir, tampaklah pintu-pintu baru terbuka, saat pintu-pintu hafalan kita tertutup.

Jadi inilah yang mengakibatkan banyak sekali orang pintar sulit dalam menghadapi kesulitan. Maka dari itu, pesan Carol Dweck, dari apa yang saya renungi, sebenarnya sederhana saja: orangtua, jangan cepat-cepat merampas kesulitan yang dihadapi anak-anakmu. Sebaliknya, berilah mereka kesempatan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/03/0652365/Mengapa.Anak.Pintar.di.Sekolah.Ekonominya.Bisa.Sulit

Wednesday, February 5, 2014

First author, second author or corresponding author?

1. The first author should be that person who contributed most to the work, including writing of the manuscript.

2. The sequence of authors should be determined by the relative overall contributions to the manuscript.

3. It is common practice to have the senior author appear last, sometimes regardless of his or her contribution. The senior author, like all other authors, should meet all criteria for authorship.

4. The senior author sometimes takes responsibility for writing the paper, especially when the research student has not yet learned the skills of scientific writing. The senior author then becomes the corresponding author, but should the student be the first author? Some supervisors put their students first, others put their own names first. Perhaps it should be decided on the absolute amount of time spent on the project by the student (in getting the data) and the supervisor (in providing help and in writing the paper). Or perhaps the supervisor should be satisfied with being corresponding author, regardless of time committed to the project.

5. A sensible policy adopted by many supervisors is to give the student a fixed period of time (say 12 months) to write the first draft of the paper. If the student does not deliver, the supervisor may then write the paper and put her or his own name first.


ref:   http://www.sportsci.org/resource/writing/author.html

Saturday, January 11, 2014

Dr. atau DR.?

Tidak satu dua kali sy dipanggil dokter karena pada surat pengantar tertulis penulisan huruf D besar dan r kecil di depan nama, pun pada tes kesehatan kali ini. Sampai ada seorang staf administrasi yg mengatakan: "Harusnya ditulisnya D besar dan R besar, bu". Saya hanya tersenyum, tdk mau mendebat krn setahu saya apa yg dituliskan di surat pengantar tsb sudah benar. 

Untuk lebih jelasnya bisa di cek di beberapa link berikut ini :

 [1] http://www.ditpsmk.net/?page=artikel;138

12] http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_singkatan_dan_akronim


Terkait dengan penulisan gelar yang menggunakan huruf D dan R, aturan penulisan yg benar bisa disimpulkan sebagai berikut [2]:

  • Dr.(H.C.) digunakan untuk gelar kehormatan Doktor Honoris Causa yaitu doktor kehormatan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang sesuai dengan ketokohan dalam suatu bidang tertentu.
  • Dr. adalah singkatan doktor, suatu gelar pendidikan Strata Tiga (S3). Dr. merupakan gelar akademik tertinggi. Contoh penulisan yang salah: DR. IR. HARYADI atau DR. IR. Haryadi; seharusnya: Dr. Ir. HARYADI atau Dr. Ir. Haryadi.
  • dr. adalah singkatan bagi dokter (ahli penyakit) yang merupakan sebutan profesional untuk seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter. Contoh penulisan yang salah: DR. USMAN atau Dr. Usman; seharusnya: dr. USMAN atau dr. Usman.


  • Tuesday, January 7, 2014

    Birokrasi oh birokrasi_1

    Menjadi PNS berarti siap untuk sabar menghadapi birokrasi yg tidak simple (baca: panjang dan rumit serta lack of coordination). Saat kita telah menerima SK ternyata tidak bisa berbahagia dulu karena setelahnya kita harus mempersiapkan beberapa hal untuk pengurusan gaji. dan ternyata proses nya ribet! (menurutku).
    1. Kita harus menyiapkan beberapa dokumen: 1. untuk bagian keuangan (masing-masingnya di copy rangkap 10),2. untuk bagian kepegawaian (termasuk menyiapkan ijazah dari SD).
    2. Setelah dokumen di submit, maka kita harus datang lg ke bagian kepegawaian dekanat untuk menandatangani surat.
    3. Setelah surat di atas ditanda tangani dekan, maka kami harus meminta sendiri tanda tangan dari WR 2. Di sini ternyata berlangsung tidak mulus. Bagian front office WR 2 meminta kami untuk meminta paraf dari bagian kepegawaian Universitas. Di bagian kepegawaian univ ternyata syarat kami di nyatakan kurang yaitu tdk adanya lampiran SK. terus surat yg di bawa juga salah dalam mencantumkan tgl aktif. Yg lucunya kami yang diberikan petunjuk padahal yg membuat dan mempersiapkan surat tsb adalah bagian kapegawaian dekanat. Kami yg notabene dosen memang tidak tau tentang hal ini.
    4. Akhirnya surat itu sukses TIDAK ditanda tangani WR 2. Urusan kembali lagi ke bagian dekanat.
    5. Kalau pun surat sudah benar, ternyata tdk dapat di proses juga oleh bagian kepegawaian univ karena katanya harus kolektif. jadi harus lengkap semua dosen di fak itu baru diharapkan kembali kebagian kepegawaian univ.

    Fiiuh, urusan birokrasi di negara ini memang harus di reformasi!
    Sudahlah, yg jelas hari ini berhasil balik ke ruangan degan kecewa ditemani hujan yang setia menemani sepanjang urusan kami tadi. Dalam hati jadi bergumam, siapa suruh pilih jd PNS (dosen)?

    #late post

    Isi Kajian Ust. Salim A. Fillah tentang Marah dan Cara Mengatasinya

    Ustadz Salim A fillah adalah salah satu pembicara yang diundang untuk mengisi acara Seminar Nasional Kedokteran Islam FK Unand pada tanggal 29 Desember 2013 lalu di Aula FK Unand, Padang. Adapun resume dari isi kajiannya adalah sebagai berikut:

    Marah dan Cara Mengatasinya

    Marah itu bisa:
    1. Menghilangkan akal (kisah wanita penenun yang mengurai kembali benang yang sudah di tenunnya, yg dilakukannya tiap hari)
    2. Merusak raga (Kisah Nabi Ya'qub yang penglihatannya kabur akibat memendam kesedihan yg mendalam dan kemarahan yg tidak bisa diluapkan)
    3. Menambah beban kerjaan kita (Kisah Maryam)
    4. Mendatangkan musibah
    5. Merusak hubungan (Kisah Iblis yang marah karena merasa Adam lebih dicintai Allah dibandingkan dirinya)
    6. Marah menjadikan orang menjadi munafiq (Kisah Abdullah bin Ubay).
    7. Menghalangi pembelaan malaikat (Kisah Abu Bakar R A)
    8. Mengurangi peluang ke syurga (Asbabul wurud nya hadits "La Taghdhab...")

    Pangkal kemarahan: Sikap kita terhadap apa yang terjadi.

    Solusi nya: kita harus bisa ridho dan ikhlas terhadap apa yg terjadi.
    Ridho itu terhadap 3 hal : ketentuan Allah, pembagian Allah dan aturan Allah (thdp apa yg telah terjadi), sedangkan ikhlas itu adalah sikap penyerahan diri hanya krn Allah terhadap suatu ibadah yang akan dipersembahkan/dilakukan.

    Friday, January 3, 2014

    Delapan Cara untuk Tidak Membuat Hidup Jadi Lebih Rumit

    Saya rasa kita semua sepakat bahwa hidup itu penuh masalah dan rumit. Di sisi lain kita juga tahu, walaupun sulit, hidup juga penuh hal-hal positif dan kebahagiaan. Nggak selamanya kita berada di bawah, suatu saat pasti roda berputar dan kita ada di atas. Tapi meskipun tahu bahwa hidup itu berat, kadang tanpa sadar kita melakukan hal yang malah membuat hidup jadi lebih berat lagi.

    Ada beberapa hal kecil yang mungkin bisa mulai kita lakukan tahun ini dalam rangka berhenti membuat hidup kita menjadi lebih rumit.

    1. Komunikasi. Karena orang lain nggak bisa membaca pikiran kita.

    Kadang kita lupa kalau kita bukanlah pusat dari alam semesta. Yang tahu bagaimana perasaan dan pikiran kita hanyalah kita sendiri. Kita nggak bisa berharap dan berasumsi bahwa orang lain bisa mengerti apa yang kita mau tanpa harus dijelaskan. Oleh karena itu, komunikasi adalah kuncinya. Kalau ada sesuatu yang membuat kita nggak nyaman, tinggal ngomong aja kepada yang bersangkutan. Jangan marah-marah. Nggak perlu teriak-teriak. Jangan tantrum kayak anak balita. Sebaliknya, justru kita harus berbicara logis dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara. Itu kan poinnya berkomunikasi. Bisa jadi kita akan sangat terkejut melihat ternyata banyak banget masalah yang bisa diselesaikan dengan berkomunikasi secara sederhana.

    2. Menghabiskan waktu dengan orang-orang yang positif.

    Kalau kita terbiasa dikelilingi oleh orang-orang negatif, tanpa sadar perasaan bahagia yang kita punya akan tersedot menjadi negatif juga. Maka mulailah menghabiskan waktu dengan orang-orang yang berpikir, bertindak dan membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Ini akan membantu kita untuk melihat hidup dari kacamata positif, bahwa walaupun banyak masalah tapi pasti akan ada jalan keluarnya.

    3. Berhenti khawatir.

    Manusia memang nggak lepas dari rasa takut dan khawatir, dan itu adalah hal wajar. Akan menjadi nggak wajar kalau kita khawatir berlebihan terhadap sesuatu yang mungkin nggak akan terjadi. Semakin kita khawatir, biasanya imajinasi kita akan semakin luas dan menciptakan hal-hal yang kita nggak inginkan. Jadi, fokuslah pada sesuatu yang bisa kita kendalikan dan lakukan yang terbaik di situ.

    4. Jangan selalu menyalahkan orang lain.

    Memang paling enak menyalahkan orang lain untuk hal-hal yang terjadi di luar keinginan kita, tapi ini menunjukkan bahwa kita nggak dewasa karena nggak mau menerima tanggung jawab dan konsekuensi dari tindakan yang kita lakukan. Lagi pula, menyalahkan orang lain nggak akan menghasilkan apa-apa. Apa keadaan akan jadi lebih baik? Nggak juga, kan.

    5. Berhenti mencoba mengubah orang lain.

    Kita bisa memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita, tapi itu nggak akan bertahan lama. Satu hal yang perlu disadari adalah orang nggak akan berubah kalau dia sendiri nggak mau berubah. Ada kalanya, kita harus menerima orang apa adanya dan berhenti mengubah mereka.

    6. Berhenti terobsesi dengan masa depan dan masa lalu.

    Nggak ada yang  melarang untuk menyesali masa lalu atau merencanakan masa depan dengan teliti dan cermat. Tapi yang perlu diingat adalah kita hidup pada saat ini. Dengan memberikan energi, fokus dan perhatian lebih kepada masa kini, hidup kita akan menjadi lebih sederhana, lebih menyadari apa yang terjadi di sekeliling kita dan bisa membuat perbedaan besar dalam hidup itu sendiri.

    7. Menyadari bahwa dalam hidup ini nggak ada yang sempurna.

    Kadang kita terobsesi dengan kesempurnaan. Menunda melakukan suatu hal karena menunggu waktu yang tepat, orang yang tepat, saat yang tepat—tapi semakin lama kita menunggu mungkin aja kesempurnaan itu nggak akan pernah datang dan semuanya sudah telanjur terlambat. Lakukan apa yang perlu dilakukan, berhenti menunda-nunda, dan fokus terhadap langkah positif berikutnya.

    8. Jangan membanjiri pikiran dengan terlalu banyak informasi.

    Masalahnya, di era internet, media sosial dan akses informasi yang tanpa batas—tanpa disadari tiap kali membuka internet, otak kita akan menyerap informasi secara sadar maupun nggak sadar. Mungkin sesekali kita harus berhenti terobsesi membuka akun media sosial kita tiap beberapa menit, membatasi dan menyortir informasi yang masuk. Kebanyakan informasi yang sebetulnya tidak perlu malah akan membuat kita terganggu, khawatir dan ujung-ujungnya berpikir lebih dari pada yang diperlukan.

    Itu versi saya, semoga bermanfaat. Kalau Anda sendiri bagaimana? Apa ada cara lain yang bisa dilakukan?