Thursday, August 30, 2012

Das Sollen versus Das Sein


Tadi malam mendapatkan e-mail dari seorang teman. Emailnya berisi tentang artikel seputar perkembangan riset di Asia. Dibahas pula tentang kondisi riset di Indonesia yg memprihatinkan:
  • Jumlah peneliti di Indonesia 1:10.000, artinya setiap 10.000 penduduk terdapat 1 peneliti
  • Publikasi ilmuah Indonesia 0,012% dari total pulikasi ilmiah seluruh dunia.
Selengkapnya adalah sebagai berikut:
Das Sollen versus das Sein Agustus 13, 2006

Laporan terbaru yang dikeluarkan oleh UNESCO Institute for Statistic merupakan angin segar bagi perkembangan riset di kawasan Asia. Laporan tersebut mengatakan bahwaGERD (gross expenditure on research and development) yang dikeluarkan oleh Asia ternyata telah melampaui Eropa. Dana pengembangan dan riset untuk wilayah Asia sebesar 31,5 persen sedangkan Eropa 27,3 persen. Walaupun demikian wilayah Amerika Utara masih yang tertinggi yaitu 37 persen. Sisanya adalah Amerika Latin dan Karibia 2,6 persen, Oceania 1,1 persen, dan Afrika 0,6 persen. Cina menunjukkan pertumbuhan yang signifikan yaitu dari 4 menjadi 9 persen pada periode 1997 sampai 2002. Sementara pada periode yang sama Amerika Utara dan Eropa justru menunjukkan penurunan sebesar 1 persen.
Di negara-negara yang telah mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, publikasi internasional merupakan hal yang sangat penting. Bahkan gengsi suatu lembaga riset atau universitas ditentukan oleh banyaknya publikasi internasional yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Hal ini sangat berkaitan juga dengan dana riset yang bisa didapatkan.
Fakta saat ini menunjukkan bahwa kegiatan riset sudah merambah dan berkembang pesat di negara-negara Asia Pacific seperti yang diulas oleh majalah Nature. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah publikasi ilmiah yang mencapai 25 persen dari total paper ilmiah di seluruh dunia pada tahun 2004. Meskipun persentase ini masih lebih kecil dibandingkan paper ilmiah yang dihasilkan Eropa (38 persen) dan Amerika Serikat (33 persen), namun persentasi peningkatannya cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah paper ilmiah yang dipublikasikan tahun 1990 yang hanya 16 persen.
Dalam laporan yang dibuat oleh UNESCO Institute of Statistic juga memuat jumlah peneliti per sejuta penduduk dari beberapa negara di dunia. Untuk kawasan Asia, Cina mempunyai jumlah peneliti terbanyak yaitu 810.500 orang disusul oleh Jepang 646.500 orang kemudian India 117.500 orang. Dengan melihat fakta bahwa jumlah peneliti seluruh Asia hanya 2.034.000 orang, maka jumlah peneliti di Indonesia pastilah sangat sedikit.Menurut data dari Dikti, jumlah peneliti Indonesia saat ini baru mencapai rasio 1: 10.000. Artinya, setiap 10.000 penduduk terdapat 1 peneliti. Dengan populasi penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 juta jiwa, berarti baru terdapat sekira 22.000 peneliti. Namun demikian jumlah peneliti terbanyak setiap sejuta penduduk ditempati oleh Jepang yaitu 5.084,4 dan menempatkan Jepang sebagai nomor satu di dunia. Cina dan India masing-masing mempunyai 633 dan 112,1 peneliti setiap sejuta penduduknya. Sedangkan negara-negara yang sudah mapan dalam bidang riset seperti Amerika Serikat (4.373,7), Federasi Rusia (3.414,6), Jerman (3.208,5), Perancis (2.981,8) dan Inggris (2.661,9).
Indonesia masih harus prihatin di tengah kebangkitan negara-negara Asia yang lain dalam mempublikasikan paper yang bertaraf international. Data statistik menunjukkan bahwa publikasi ilmiah Indonesia hanya 0,012 persen dari total publikasi ilmiah dari seluruh dunia. Sebagai contoh, jumlah publikasi ilmiah Indonesia pada tahun 2004 hanya 522 paper ilmiah. Di antara negara Asia Tenggara jumlah paper Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Singapura (5781), Thailand (2397), dan Malaysia (1438).

Masalah dan Solusi
Publikasi ilmiah dihasilkan dari suatu penelitian. Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Permasalahan penelitian merupakan kesenjangan antara “das Sollen” dan “das Sein” yaitu “apa yang seharusnya” dan “fakta yang ada”. Kurangnya sensitivitas peneliti Indonesia dalam merekam kejadian-kejadian di sekitar mereka merupakan kendala utama dalam menghasilkan suatu penelitian yang berkualitas. Peneliti harus dibekali dengan rasa keingintahuan yang sangat besar sehingga sekecil apapun perubahan yang terjadi dapat ditentukan akar masalahnya dan dipecahkan melalui kegiatan penelitian. Oleh karena itu latihan yang terus-menerus untuk melatih peningkatan sensitivitas terhadap perubahan-perubahan di lingkungan harus selalu dilakukan.
Tidak tersedianya sumber literatur yang memadai juga menjadi kendala utama. Bahan pustaka yang terbaru sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan ilmu terkini. Dengan mengacu pada perkembangan ilmu terkini maka hasil penelitian yang dilakukan juga up to date untuk ditulis dalam suatu publikasi internasional. Mengingat harga jurnal internasional yang sangat mahal, maka perlu dikembangkan kerjasama dengan institusi/universitas di luar negeri sehingga ada kesempatan untuk ke luar negeri dan mengakses jurnal-jurnal yang memuat perkembangan ilmu terkini. Kerjasama ini juga diharapkan menghasilkan suatu publikasi bersama (joint publication).
Rendahnya dana penelitian yang disediakan oleh pemerintah dan terbatasnya sarana penelitian juga merupakan kendala yang sangat berarti. Untuk menghasilkan penelitian yang komprehensif tentulah dibutuhkan dana dan sarana yang memadai. Oleh karena itu kerjasama antar lembaga riset dan universitas di Indonesia maupun dengan institusi lain di luar negeri harus ditingkatkan sehingga kita bisa memanfaatkan alat-alat dan sarana penelitian secara bersama-sama.
Hambatan yang sering diumpai jika ingin membangun kerjasama dengan institusi luar negeri adalah penguasaan bahasa Inggris. Fakta menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris masyarakat kita, khususnya dosen dan peneliti, masih harus ditingkatkan. Tanpa penguasaan bahasa Inggris yang baik, akan sangat sulit menjalin kerjasama dengan institusi luar negeri. Pembekalan bahasa Inggris harus diintensifkan mulai dini.
Sinergi kegiatan riset untuk menunjang arah kebijakan riset nasional belum optimal. Seyogyanya semua kegiatan riset di Indonesia diarahkan dan disinergikan untuk mewujudkan tujuan masing-masing unggulan riset nasional. Misalnya dalam bidang ketahanan pangan, kelautan, dan bioteknologi sehingga out put riset menjadi jelas dan terarah.
Budaya ilmiah di kalangan akademisi dan peneliti Indonesia masih sangat kurang. Budaya ilmiah dapat dibangun melalui pertemuan-pertemuan ilmiah. Lembaga riset dan universitas harus dipacu untuk mengadakan pertemuan-pertemuan ilmiah dalam bentuk seminar, workshop, koloqium dan lain-lain. Selain dapat merangsang semangat untuk meneliti, ajang ini juga dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan ilmu terkini dan menjalin kerjasama antar lembaga untuk melakukan penelitian bersama. Yang terpenting adalah sarana untuk belajar menulis dan mengekspresikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan secara logis dan kronologis.
Jumlah jurnal-jurnal ilmiah yang terakreditasi di Indonesia masih sedikit.Jurnal ilmiah terakreditasi nasional merupakan jembatan yang sangat penting untuk mempublikasikan paper di tingkat internasional. Oleh karena itu keberadaan jurnal-jurnal ini baik secara kuantitas maupun kualitas harus ditingkatkan. Melalui jurnal ini dapat diketahui sejauh mana perkembangan ilmu-ilmu tertentu.
Integrasi penelitian dalam mata kuliah harus dilakukan sejak dini sehingga Indonesia dapat menghasilkan peneliti-peneliti muda yang potensial. Hampir sebagian besar mahasiswa hanya melakukan satu kali kegiatan penelitian yaitu saat skripsi. Hal ini sangat tidak menguntungkan karena mahasiswa tidak mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang penelitian setelah mereka lulus. Oleh karena itu perlu adanya integrasi yang berkesinambungan penelitian dalam mata kuliah, misalnya metodologi penelitian sehingga sejak dini mahasiswa sudah dilatih untuk menulis karya tulis ilmiah dan melakukan penelitian.
Semangat hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 61 dapat dijadikan momen yang tepat untuk kebangkitan Indonesia dalam bidang science dan teknologi dengan cara meningkatkan penelitian yang beorientasi publikasi ilmiah internasional.
_____________________________________________________________________________
Dari artikel di atas setidaknya ada 8 permasalahan riset di Indonesia, yaitu:
  1. Kurangnya sensitivitas peneliti Indonesia dalam merekam kejadian-kejadian di sekitar mereka.
  2. Tidak tersedianya sumber literatur yang memadai
  3. Rendahya dana penelitian yg disediakan oleh pemerintah dan terbatasnya sarana penelitian.
  4. Permasalahan penguasaan bahasa Inggris dosen dan peneliti Indonesia ( permasalahan ini sering dijumpai jika ingin membangun kerja sama dengan institusi Luar Negeri).
  5. Sinergi kegiatan riset untuk emnunjang arah kebijakan risset nasional belum optimal.
  6. Budaya ilmiah di kalangan akademisi dan peneliti Indonesia masih sangat kurang.
  7. Jumlah jurnal-jurnal ilmiah yang terkareditasi di Indonesia masih sedikit.
  8. Integrasi penelitian dalam mata kuliah belum dilakukan sejak dini

Ini adalah PR bagi kita semua terutama generasi muda...



Note: Maaf sekali , sumber artikel ini tdk tercantum karena saya mendapatkannya jg tanpa sumber . Semoga tidak mengurangi maknanya.
Btw, ada yang tau? Tulisan ini adalah dalam rangka menyambut HUT negara kita Indonesia ke-61 di tahun 2006 lalu.

No comments:

Post a Comment