Hi Bloggie, long time no see!
Kali ini, aku hanya ingin memuat sebuah tulisan Dee dari buku Filosofi Kopi. I like it!
Tulisan ini ikut aku sertakan saat mengucapkan selamat ultah tuk my bro kemarin. Berikut tulisannya:
Jembatan Zaman
Betambahnya usia bukan berarti kita paham
segalanya.
Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi
tanah. Ia merasa telah melihat segalanya dari ketinggiannya. Namun masih
ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah
ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes
embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di
langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering higgap
di pucuknya. Kini burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan
kelelawar menggantungi buahnya. Namun jangan sekali-sekali merendahkan
kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia
tak mampu lagi.
Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang
selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata
yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari semula. Rambut putih tak
menjadikan kita manusia yg segala tahu.
Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan
bocah kecil atau apa yg digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan
kecepatan zaman yg melekat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas tapi masih
dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam, tak bias terlalu jauh ke
samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau
tidak dijembatani.
Jembatan yg rendah hati, bukan kesombongan
diri.
Jembatan Zaman (1998), Buku Filosofi Kopi,
Dee
No comments:
Post a Comment